Kamis, 16 Februari 2012

FOKUS Kecewa terhadap vonis ringan kasus penjualan Orangutan

/ On : 22.11/ Thank you for visiting my small blog here.
Forum Konservasi Orangutan Sumatera atau FOKUS mengaku kecewa dengan putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe, Sumatera Utara yang memvonis terdakwa kasus penjual orangutan Sumatera, Syamsul dengan hukuman delapan bulan penjara.
 
"FOKUS semakin kecewa karena selain tanpa tuntutan denda subsider apa pun, vonis PN Kabanjahe itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menghukum penjara satu tahun dan denda Rp. 10 juta subsider dua bulan penjara," kata Ketua FOKUS, Panut Hadisiswono, di Medan, Kamis (16/2).

Menurut dia, rendahnya vonis hakim terhadap penjual Orangutan yang merupakan hewan dilindungi menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah dalam menjaga dan melindungi konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia. Padahal, dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, memberi ancaman hukuman pidana bagi pelaku kejahatan kehutanan, dimana hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp. 5 miliar.

Beratnya kesalahan penjual Orangutan itu juga bisa mengacu pada Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem yang memberi ancaman hukuman lima tahun dan denda Rp. 100 juta bagi pelaku kejahatan konservasi yang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

"Tetapi terlepas dari kekecewaan dengan putusan PN Kabanjahe itu, pengadilan dan vonis atas terdakwa penjual Orangutan itu merupakan catatan sejarah penting bagi proses penegakan hukum upaya konservasi di Indonesia," katanya.

Kasus hingga ke pengadilan dan adanya vonis atas terdakwa penjual Orangutan itu merupakan yang pertama kali terjadi di Pulau Sumatera. "Walau dinilai sangat ringan, vonis hakim PN Kabanjahe itu diharapkan menimbulkan efek jera kepada masyarakat sehingga bisa membantu upaya konservasi sumber daya alam secara signifikan," harapnya.

Fokus juga berharap, pihak kepolisian bisa menjalankan tugasnya mencari dan mendapatkan pemilik Orangutan yang dijual Symsul itu yakni Razaman yang melarikan diri, "Penangkapan Razaman yang sudah masuk dalam DPO (daftar pencarian orang) diharapkan bisa membuka dan menuntaskan akar kejahatan konservasi di wilayah sekitar Taman Nasional Gunung Leuser," terangnya.

Sementara itu, Koordinator Wildlife Crime Unit, Dwi Nugroho Adhiasto, mengatakan semestinya penegak hukum lebih jeli memandang kasus itu sebagai sindikat besar yang terorganisir, bukan hanya sekadar transaksi biasa sehingga vonis kepada terdakwa lebih berat. "Hukuman ringan dikhawatirkan tidak memberi efek jera," ungkapnya.

Direktur Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) Ian Singleton, menyebutkan, menyambut baik keputusan PN Kabanjahe. "Adanya persidangan dan vonis benar-benar fantastis meskipun sebenarnya tindakan seperti itu dinilai terlambat dilakukan di Indonesia atau Sumut SOCP berharap penegakan hukum terus ditingkatkan agar kepunahan spesies langka itu bisa dihindari," imbuh Ian.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut, Arief Tongkagie, yang dihubungi, mengatakan menerima apa pun hasil persidangan. "Kami secara lembaga menerima apa pun hasil keputusan pihak pengadilan karena keputusan itu merupakan wewenang pengadilan," ujarnya.

Sebelumnya, Syamsul ditangkap Tim Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat Brigade Macan Tutul Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) pada Juli lalu ketika menjual Orangutan yang diakui milik seseorang. (K-4) | Komhukum Medan
 

0 comments:

Posting Komentar

Translate

Laman