Minggu, 09 Oktober 2011

KAJI ULANG PEMBUKAAN PERKEBUNAN SAWIT DI RAWA TRIPA

/ On : 22.47/ Thank you for visiting my small blog here.

Rawa Tripa adalah Benteng alami  penahan bencana  alam seperti badai topan, gelombang pasang air laut dan tsunami, kontribusi Rawa tripa sebagai pengatur system air alami rawa mencegah terjadinya banjir pada musim penghujan serta menyediakan sumber air tawar  bagi lahan pertanian sekitarnya. secara umum akan terjadi perubahan iklim lokal yang disebabkan oleh perubahan vegetasi hutan yang beranekaragam menjadi perkebunan kelapa sawit yang monokultur.
Rawa Tripa memiliki keanekaragaman hayati tinggi flora maupun fauna.  hutan rawa gambut Tripa merupakan habitat spesies terancam punah Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan kepadatan tertinggi di dunia.  juga kawasan gambut ini melestarikan sebagian besar populasi orangutan sumatera yang tersisa (30% dari 7000 di dunia) yang sekarang berstatus “critically endangered”. Penyelamatan spesies ini adalah tujuan utama  Pemerintah Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.53/Menhut-IV/2007 dimana tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017.

Rawa gambut tripa saat ini dalam keadaan rusak parah, kawasan ini dialih fungsi menjadi kebun sawit. kawasan Rawa Tripa seluas 63.228 hektar, hanya tersisa 15.595 ha (24 persen) hutan yang masih relatif bagus  dan 9.819 ha ( 15 persen) sudah hancur akibat konsversi perkebunan sawit . Kawasan hutan gambut Rawa Tripa  sebagian besar sudah dialih fungsikan ke Perusahaan perkebunan Sawit , terdapat  lima  HGU besar yang sekarang bekerja di Rawa Tripa  PT. Kalista Alam, PT. Astra Prima Lestari, PT. Gelora Sawit Makmur, PT. Cemerlang Abadi dan PT. Patriot Guna Sakti (sekarang sudah dikuasai oleh Pemkab Aceh Barat Daya untuk proyek pengembangan PIR kelapa sawit).

Total Luas HGU kelima perusahaan tersebut adalah 38.150 hektar. Padahal jika di cermati Produksi kelapa sawit akan menurun walaupun yang berada di sekitar rawa dan berada di tanah-tanah mineral akibat banjir yang akan sering terjadi dan dengan volume air yang semakin besar, berubahnya iklim mikro lokal serta musnahnya keanekaragaman hayati yang biasa berfungsi mengendalikan populasi hama pertanian. Juga Pembukaan sawit akan ini berdampak meningkatnya angka kemiskinan bagi masyarakat yang tidak memiliki keahlian dan lahan yang tidak produktif. 
.
Forum Orangutan Aceh (FORA) menghimbau Pemerintah Aceh, Jika rawa ini diubah fungsikan menjadi kebun sawit maka pusat biodiversity akan punah, Luas totla 38.150 ha perkebunan kelapa sawit juga akan tenggelam, hilangnya 40 jenis ikan bernilai ekonomis tinggi dan Pemerintah Aceh akan kehilangan 63.228 ha wilayah daratan, ujarnya. Selain itu pengeringan rawa gambut dan pembakaran lahan yang dilakukan perusahaan perkebunan sawit telah memicu peningkatan emisi rumah kaca akibat pelepasan karbon

Forum orangutan Aceh menyarankan agar Pemkab Nagan Raya dan para pihak terkait agar dapat lebih meningkatkan hasil pertanian dan perkebunan pada tanah-tanah mineral di sekitar hutan rawa gambut Tripa dengan menerapkan kriteria-kriteria dan prinsip-prinsip RSPO (Rountable on Sustainable Palm Oil = Kesepakatan Meja Bundar untuk Kelapa Sawit Berkelanjutan), untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, ekonomi dan lingkungan dari produksi kelapa sawit yang bertanggung jawab yang menjamin keberlangsungan manfaat, baik untuk masyarakat maupun pemerintah lokal.

Forum  Orangutan Aceh mendorong Pemerintah Aceh untuk dapat mengedapankan penerapan mekanisme Jasa lingkungan di wilayah  hutan rawa gambut Tripa yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga sangat penting untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran dan pendidikan diantara pemangku kebijakan tentang pentingnya perlindungan hutan rawa gambut Tripa dan resiko bencana.
FORA menghimbau  Pihak Pemerintah Aceh untuk dapat menyelamatkan Rawa Tripa dengan mengkaji ulang areal konsesi perkebunan sawit, jika ini diabaikan maka Pemerintah Aceh turut andil mengkonversi hutan rawa gambut Tripa menjadi areal perkebunan atau penggunaan lainnya maka paling lambat 25 tahun ke depan kawasan dataran rendah Tripa akan tenggelam. Beberapa kota kecamatan Kota Alue Bilie dan Babah Rot, Kabupaten Aceh Selatan akan menjadi batas garis pantai Samudera Hindia.(az)

0 comments:

Posting Komentar

Translate

Laman